Eyang Subur dan Poligami
AKHIR-akhir ini masyarakat berkali-kali disuguhi berita tentang pernikahan Eyang Subur dengan poligami tak syarinya karena memiliki delapan orang istri. Di berbagai media baik cetak, online maupun televisi hampir setiap hari kasus Eyang Subur dan istri istrinya ” dijual” ke masyarakat. Namun anehnya aksi dan reaksi masyarakat tak seheboh ketika menanggapi poligami Aa Gym atau Syaikh Puji dari Semarang.
Masih lekat dalam ingatan bagaimana masyarakat menghakimi dan menghujat Aa Gym dan Syaikh Puji. LSM atau lembaga-lembaga lain yang katanya mewakili suara perempuan dan perlindungan anak, beramai-ramai menyalahkan praktek poligami keduanya. Lantas mengapa sekarang saat ada poligami seorang Eyang Subur semua terdiam? Tak ada LSM yang katanya menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak perempuan yang bersuara. Kemana perginya LSM atau pihak-pihak yang pernah menghujat poligami Aa Gym dan Syaikh Puji pergi?
Bukankah apa yang dilakukan Eyang Subur dan istri-istrinya ( terutama istri kelima sampai ke delapan) sudah sangat melecehkan dan amat sangat tidak memuliakan wanita? Atau jangan-jangan memang benar bahwa bukan poligami yang sebenarnya mereka serang tetapi syariat apapun yang berasal dari Islam?
Jika mau jujur dan berpegang pada kebenaran yang mutlak datangnya dari Alloh, maka setiap individu muslim pasti akan mengakui betapa berbedanya poligami yang dilakukan oleh Aa Gym dan Syaikh Puji dengan poligami ala Eyang Subur. Bagaikan langit dan bumi Yang satu benar, yang satunya salah.
Alloh berfirman dalam Al quran surat An-Nisa ayat 3 sebagai berikut : ” Dan jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan lain yang kamu senangi : dua,tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa: 3)
Bila kita cermati firman Alloh tersebut diatas dan dihubungkan dengan fenomena poligami Aa Gym, Syaikh Puji dan Eyang Subur, maka akan semakin jelas terlihat, poligami seperti apa yang benar, dan poligami siapa yang sesuai aturan Islam. Jelas tak ada yang salah dengan poligami Aa Gym, yang masih dengan dua orang istri. Tak ada yang salah juga dengan poligami Syaikh Puji, meski istrinya dianggap masih di bawah umur, karena Aisyah ketika dinikahi Nabi pun masih jauh lebih muda daripada gadis yang dinikahi Syaikh Puji.
Jika dihubungkan dengan kesehatan reproduksi, hal ini pun dapat dimentahkan dengan adanya fenomena gadis yang seumur dengan gadis yang dinikahi Syaikh Puji yang memilih pergaulan bebas dan telah melakukan hubungan layaknya suami istri bahkan hamil di luar nikah dan tak ada LSM yang protes. Apalagi kematangan seorang wanita ternyata tak hanya ditentukan oleh usia. Sedangkan poligami yang dilakukan oleh Eyang Subur secara kasat mata pun sudah bisa dilihat SALAHNYA. Memperistri lebih dari empat orang wanita dalam satu waktu jelas bertentangan dengan ajaran Islam.
Bertentangan dengan aturan main dari Sang Pencipta sudah pasti haram hukumnya. Dan Eyang Subur beserta para istrinya pun tahu bahwa praktek poligami mereka itu salah, haram, setidaknya setelah diingatkan oleh MUI. Namun sayangnya hingga saat ini Eyang Subur tak kunjung melepaskan empat istri. Dan “hebatnya” lagi para istrinya pun enggan diceraikan dengan berbagai alasan yang sifatnya duniawi. Mereka tetap kompak dan rela “dipoligami”. Seolah lupa bahwa semua manusia akan mati dan akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya.
Amat berbeda sekali dengan sikap dan tindakan yang dilakukan para sahabat, sahabiyah di masa Rosulullah. Dikisahkan bagaimana para sahabat segera membuang khamr / arak yang mereka miliki, bahkan segera memuntahkannya saat khamr telah telanjur masuk dalam mulut, saat tiba-tiba turun wahyu tentang haramnya khamr. Juga bagaimana para istri nabi dan sahabiyah langsung mengenakan jilbab dan kerudung bahkan yang terbuat dari gorden di rumah mereka ketika ayat tentang kewajiban berjilbab dan berkerudung turun.
Dari kasus Eyang Subur dan para istrinya kita belajar. Ada pelajaran penting yang bisa diambil. Jelas bukan tentang pembangkangan dan ketidaktaatan mereka pada perintah Alloh. Bukan pula mengenai sikap “percaya diri” mereka meski praktek poligami yang dilakukan telah dicap salah dan menyimpang oleh MUI, apalagi bila mengingat hadits Nabi : bila kamu tak punya malu, maka lakukanlah apapun sesukamu. Dimana harga diri dan kehormatan seorang wanita yang mau diperistri menjadi yang kelima dan seterusnya ketika Sang Khalik telah begitu tegas melarangnya? Dimana letak penghormatan seorang pria terhadap wanita dengan perilakunya yang telah begitu bangga menghimpun wanita dalam suatu poligami yang menyimpang dan terlarang?
Dari para istri Eyang Subur kita belajar. Pelajaran yang bisa diambil tidak lain adalah tentang ” kekeukeuhan hati” dan “keteguhan jiwa” untuk rela dan ikhlas “dipoligami”. Padahal pertimbangan mereka hanyalah masalah remeh temeh “keduniawian”. Dunia yang ketika mati pun tak dibawa serta.
Sebagai wanita muslimah, kita seharusnya lebih mulia daripada para istri Eyang Subur. Karena Islam memang memuliakan wanita. Makhluk lemah yang ketika menjadi sholehah adalah seindah-indahnya perhiasan dunia. Hanya karena Alloh, kita menolak dengan tegas praktek poligami yang menyimpang dari seorang Eyang Subur. Hanya karena Alloh, kita tak sudi dipoligami menjadi istri kelima dan seterusnya. Ya, semua hal kita lakukan hanya karena Alloh Sang Maha Rokhman dan Rokhim.
Demikian juga dalam masalah poligami. Jangan sampai kita kalah dengan para istri Eyang Subur. Para istri Eyang Subur telah begitu pandai menata hati, dan “mengelola cemburu” dalam berbagi suami. Tampak selalu rukun dan kompak bahkan dalam berpenampilan. Kita seharusnya lebih dari itu, apalagi segala perbuatan yang kita lakukan adalah semata karena Alloh dan ada tuntunan syara nya yang berbuah pahala tak terhingga. Ingatlah firman Alloh, ” tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu ” (Qs.Adz-dzaariyaat:56). Dalam sebuah hadits Thabrani pun meriwayatkan ,“Sesungguhnya Allah ta’ala telah menetapkan sifat cemburu bagi kaum perempuan, dan mewajibkan jihad (perang) bagi kaum lelaki. Maka kalau wanita itu bersabar dengan ketetapan itu, karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah swt, maka dia akan mendapatkan pahala besar, sebesar pahala orang yang mati syahid.”
Syariat poligami datangnya dari Alloh SWT yang Maha Tahu. Alloh yang telah menciptakan manusia dan memiliki 99 asmaul husna tak mungkin mendzolimi hambaNya. Imposible Alloh menurunkan syariat yang menyengsarakan wanita, makhluk lemah yang bahkan sangat diperhatikan oleh Rosulullah pun menjelang wafatnya. Jadi bila mengaku cinta pada Alloh, harus bisa menerima syariatNya tanpa kecuali. Karena cinta perlu pembuktian. Tak ada alasan untuk menolak poligami, untuk sakit hati ketika suami menikah lagi.
Ingatlah firman Alloh dalam AlQuran, ” Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. al-Ahdzab [33] : 36)
Demikian juga dengan Firman Allah ta’ala: ” bisa jadi engkau tidak menyukai sesuatu itu, padahal ia baik untukmu. Dan bisa jadi engkau menyukai sesuatu itu, padahal ia berbahaya bagimu”. (Surat al-baqarah:216)
Syaikh Aidh Al Karni juga pernah menyatakan ,”engkau berbuat durhaka kepada ALLOH, padahal engkau mengaku cinta kepadaNya? Sungguh aneh keadaan seperti ini. Andai kecintaanmu itu tulus, tentu engkau akan taat kepadaNya. Karena sesungguhnya, orang yang mencintai itu tentu selalu taat kepada yang ia cintai.”
Duhai wanita sholihah, ayo jangan kalah dengan para istri Eyang Subur. Harus menang. Kalau mereka bisa, kita harus lebih bisa. Mari kita “tukarkan” suami yang kita cintai dengan syurga Alloh. Bukankah selalu kita katakan, cinta Alloh adalah di atas segala cinta? Termasuk cinta kita pada suami. Tak perlu ragu untuk katakan : Belajar dari istri-istri Eyang Subur, maka karena Alloh semata, ” aku juga mau dipoligami”. (sumber)
Masih lekat dalam ingatan bagaimana masyarakat menghakimi dan menghujat Aa Gym dan Syaikh Puji. LSM atau lembaga-lembaga lain yang katanya mewakili suara perempuan dan perlindungan anak, beramai-ramai menyalahkan praktek poligami keduanya. Lantas mengapa sekarang saat ada poligami seorang Eyang Subur semua terdiam? Tak ada LSM yang katanya menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak perempuan yang bersuara. Kemana perginya LSM atau pihak-pihak yang pernah menghujat poligami Aa Gym dan Syaikh Puji pergi?
Bukankah apa yang dilakukan Eyang Subur dan istri-istrinya ( terutama istri kelima sampai ke delapan) sudah sangat melecehkan dan amat sangat tidak memuliakan wanita? Atau jangan-jangan memang benar bahwa bukan poligami yang sebenarnya mereka serang tetapi syariat apapun yang berasal dari Islam?
Jika mau jujur dan berpegang pada kebenaran yang mutlak datangnya dari Alloh, maka setiap individu muslim pasti akan mengakui betapa berbedanya poligami yang dilakukan oleh Aa Gym dan Syaikh Puji dengan poligami ala Eyang Subur. Bagaikan langit dan bumi Yang satu benar, yang satunya salah.
Alloh berfirman dalam Al quran surat An-Nisa ayat 3 sebagai berikut : ” Dan jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan lain yang kamu senangi : dua,tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa: 3)
Bila kita cermati firman Alloh tersebut diatas dan dihubungkan dengan fenomena poligami Aa Gym, Syaikh Puji dan Eyang Subur, maka akan semakin jelas terlihat, poligami seperti apa yang benar, dan poligami siapa yang sesuai aturan Islam. Jelas tak ada yang salah dengan poligami Aa Gym, yang masih dengan dua orang istri. Tak ada yang salah juga dengan poligami Syaikh Puji, meski istrinya dianggap masih di bawah umur, karena Aisyah ketika dinikahi Nabi pun masih jauh lebih muda daripada gadis yang dinikahi Syaikh Puji.
Jika dihubungkan dengan kesehatan reproduksi, hal ini pun dapat dimentahkan dengan adanya fenomena gadis yang seumur dengan gadis yang dinikahi Syaikh Puji yang memilih pergaulan bebas dan telah melakukan hubungan layaknya suami istri bahkan hamil di luar nikah dan tak ada LSM yang protes. Apalagi kematangan seorang wanita ternyata tak hanya ditentukan oleh usia. Sedangkan poligami yang dilakukan oleh Eyang Subur secara kasat mata pun sudah bisa dilihat SALAHNYA. Memperistri lebih dari empat orang wanita dalam satu waktu jelas bertentangan dengan ajaran Islam.
Bertentangan dengan aturan main dari Sang Pencipta sudah pasti haram hukumnya. Dan Eyang Subur beserta para istrinya pun tahu bahwa praktek poligami mereka itu salah, haram, setidaknya setelah diingatkan oleh MUI. Namun sayangnya hingga saat ini Eyang Subur tak kunjung melepaskan empat istri. Dan “hebatnya” lagi para istrinya pun enggan diceraikan dengan berbagai alasan yang sifatnya duniawi. Mereka tetap kompak dan rela “dipoligami”. Seolah lupa bahwa semua manusia akan mati dan akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatannya.
Amat berbeda sekali dengan sikap dan tindakan yang dilakukan para sahabat, sahabiyah di masa Rosulullah. Dikisahkan bagaimana para sahabat segera membuang khamr / arak yang mereka miliki, bahkan segera memuntahkannya saat khamr telah telanjur masuk dalam mulut, saat tiba-tiba turun wahyu tentang haramnya khamr. Juga bagaimana para istri nabi dan sahabiyah langsung mengenakan jilbab dan kerudung bahkan yang terbuat dari gorden di rumah mereka ketika ayat tentang kewajiban berjilbab dan berkerudung turun.
Dari kasus Eyang Subur dan para istrinya kita belajar. Ada pelajaran penting yang bisa diambil. Jelas bukan tentang pembangkangan dan ketidaktaatan mereka pada perintah Alloh. Bukan pula mengenai sikap “percaya diri” mereka meski praktek poligami yang dilakukan telah dicap salah dan menyimpang oleh MUI, apalagi bila mengingat hadits Nabi : bila kamu tak punya malu, maka lakukanlah apapun sesukamu. Dimana harga diri dan kehormatan seorang wanita yang mau diperistri menjadi yang kelima dan seterusnya ketika Sang Khalik telah begitu tegas melarangnya? Dimana letak penghormatan seorang pria terhadap wanita dengan perilakunya yang telah begitu bangga menghimpun wanita dalam suatu poligami yang menyimpang dan terlarang?
Dari para istri Eyang Subur kita belajar. Pelajaran yang bisa diambil tidak lain adalah tentang ” kekeukeuhan hati” dan “keteguhan jiwa” untuk rela dan ikhlas “dipoligami”. Padahal pertimbangan mereka hanyalah masalah remeh temeh “keduniawian”. Dunia yang ketika mati pun tak dibawa serta.
Sebagai wanita muslimah, kita seharusnya lebih mulia daripada para istri Eyang Subur. Karena Islam memang memuliakan wanita. Makhluk lemah yang ketika menjadi sholehah adalah seindah-indahnya perhiasan dunia. Hanya karena Alloh, kita menolak dengan tegas praktek poligami yang menyimpang dari seorang Eyang Subur. Hanya karena Alloh, kita tak sudi dipoligami menjadi istri kelima dan seterusnya. Ya, semua hal kita lakukan hanya karena Alloh Sang Maha Rokhman dan Rokhim.
Demikian juga dalam masalah poligami. Jangan sampai kita kalah dengan para istri Eyang Subur. Para istri Eyang Subur telah begitu pandai menata hati, dan “mengelola cemburu” dalam berbagi suami. Tampak selalu rukun dan kompak bahkan dalam berpenampilan. Kita seharusnya lebih dari itu, apalagi segala perbuatan yang kita lakukan adalah semata karena Alloh dan ada tuntunan syara nya yang berbuah pahala tak terhingga. Ingatlah firman Alloh, ” tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu ” (Qs.Adz-dzaariyaat:56). Dalam sebuah hadits Thabrani pun meriwayatkan ,“Sesungguhnya Allah ta’ala telah menetapkan sifat cemburu bagi kaum perempuan, dan mewajibkan jihad (perang) bagi kaum lelaki. Maka kalau wanita itu bersabar dengan ketetapan itu, karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah swt, maka dia akan mendapatkan pahala besar, sebesar pahala orang yang mati syahid.”
Syariat poligami datangnya dari Alloh SWT yang Maha Tahu. Alloh yang telah menciptakan manusia dan memiliki 99 asmaul husna tak mungkin mendzolimi hambaNya. Imposible Alloh menurunkan syariat yang menyengsarakan wanita, makhluk lemah yang bahkan sangat diperhatikan oleh Rosulullah pun menjelang wafatnya. Jadi bila mengaku cinta pada Alloh, harus bisa menerima syariatNya tanpa kecuali. Karena cinta perlu pembuktian. Tak ada alasan untuk menolak poligami, untuk sakit hati ketika suami menikah lagi.
Ingatlah firman Alloh dalam AlQuran, ” Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. al-Ahdzab [33] : 36)
Demikian juga dengan Firman Allah ta’ala: ” bisa jadi engkau tidak menyukai sesuatu itu, padahal ia baik untukmu. Dan bisa jadi engkau menyukai sesuatu itu, padahal ia berbahaya bagimu”. (Surat al-baqarah:216)
Syaikh Aidh Al Karni juga pernah menyatakan ,”engkau berbuat durhaka kepada ALLOH, padahal engkau mengaku cinta kepadaNya? Sungguh aneh keadaan seperti ini. Andai kecintaanmu itu tulus, tentu engkau akan taat kepadaNya. Karena sesungguhnya, orang yang mencintai itu tentu selalu taat kepada yang ia cintai.”
Duhai wanita sholihah, ayo jangan kalah dengan para istri Eyang Subur. Harus menang. Kalau mereka bisa, kita harus lebih bisa. Mari kita “tukarkan” suami yang kita cintai dengan syurga Alloh. Bukankah selalu kita katakan, cinta Alloh adalah di atas segala cinta? Termasuk cinta kita pada suami. Tak perlu ragu untuk katakan : Belajar dari istri-istri Eyang Subur, maka karena Alloh semata, ” aku juga mau dipoligami”. (sumber)
Post a Comment